SOKOGURU, JAKARTA - Kementerian Sosial (Kemensos) saat ini sedang gencar menertibkan data penerima bantuan sosial (bansos) agar lebih tepat sasaran.
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf mengatakan, jika pihaknya menemukan lebih dari 100 ribu penerima yang dinilai anomali atau tidak seharusnya menerima bansos.
Dari jumlah tersebut, sudah ada sebanyak 55 ribu data penerima bansos anomalis yang sudah dihentikan bantuannya.
Penerima yang dimaksud, meliputi individu yang memiliki profesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI-Polri, dokter, dosen, manajer, eksekutif, hingga pegawai di BUMN dan BUMD.
"(Sebanyak) 55 ribu sudah tidak menerima bansos lagi. Tinggal sekarang 44 ribu yang sedang kita proses untuk tidak lagi menerima bansos," ujar Mensos Saifullah Yusuf, dikutip dari laman Kemensos, Rabu (13/8).
Bahkan, berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ditemukan sebanyak 27.932 pegawai BUMN yang terindikasi menerima bansos.
Sinergi Data untuk Akurasi Bansos
Untuk mengatasi masalah ini, Kemensos menjalin kolaborasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai pihak terkait.
Langkah ini merupakan bagian dari implementasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN.
Baca Juga:
Inpres tersebut juga menekankan pentingnya data yang akurat, terpadu, dan selalu diperbarui secara berkala.
Gus Ipul menjelaskan, pemutakhiran data penerima bansos dilakukan secara rutin setiap tiga bulan.
Proses ini bertujuan untuk menyesuaikan data dengan dinamika masyarakat, seperti kelahiran, kematian, atau perpindahan penduduk.
Data yang telah diperbarui, kemudian diserahkan kepada BPS untuk divalidasi dan diverifikasi. Hasil dari proses ini selanjutnya menjadi landasan dalam penyaluran bansos.(*)